CINTABERITA - Siapa bilang lagu Westlife cuma untuk hati yang jatuh cinta saja?
tirto.id - Akhir dekade 1990an kelompok musik Westlife melejit bersama dengan serangkaian album yang laku keras. Dengan bantuan MTV, lima pemuda asal Irlandia menghentak jagat musik pop bersama dengan format boyband. Jauh sebelum saat Korea Selatan menguasai ranah ini, mereka sudah terutama pernah melakukannya. Namun siapa sangka, tembang mereka yang persis bersama dengan cinta-cintaan ternyata digunakan untuk obyek lain: penyiksaan AGEN BANDARQ
Adalah “My Love,” tidak benar satu lagu mereka di album Coast to Coast (2000) yang digunakan CIA sebagai metode interogasi. Lagu selanjutnya jadi andalan CIA untuk mengorek Info dari tahanan asal Tanzania, Suleiman Abdullah yang ditangkap karena dugaan terorisme. Cara-cara interogasi pada Suleiman sempat memantik kontroversi karena dianggap tak manusiawi.
Laporan berjudul “Out of Darkness” yang dikeluarkan American Civil Liberties Union membuktikan lagu “My Love” merupakan anggota dari metode interogasi, bersama dengan bersama dengan metode lain seperti menenggelamkan kepala di air es atau membenturkan kepala ke dinding BANDAR DOMINO99.
Dalam proses interogasi, “My Love” dimainkan bersama dengan lagu-lagu heavy metal seraya diputar berulang-ulang selama satu bulan. Tujuannya ialah mengacaukan kondisi psikologis Suleiman. “Musik yang diputar berkali-kali merupakan skema untuk menyerang indera lawan,” tulis laporan itu.
Hal yang sama berlangsung pada mantan tahanan Guantanamo, Binyam Mohamed. Dalam kurun pas 20 hari, Binyam "dipaksa" mendengar lagu hip-hop Eminem dan juga Dr. Dre. Sedangkan mantan tahanan Guantanamo lainnya, Haj Ali dicekoki lagu David Gray selama siang dan malam.
Tak hanya digunakan pada tahanan, pemakaian musik juga diterapkan sebagai strategi penyerangan. Pada 1989, Amerika hendak menangkap komandan cum politisi Panama, Manuel Noriega. Noriega didakwa AS atas kasus perdagangan narkoba dan juga kecurangan pemilu. Kala George Bush memerintahkan invasi ke Panama, Noriega bersembunyi di kedutaan Vatikan. Ia tak sudi menyerahkan diri.
Pasukan AS tak menyerah. Mereka menyerang mental Noriega bersama dengan memutar musik sekeras bisa saja di luar gedung. Lagu yang diputar adalah lagu-lagu band rock seperti The Clash, Van Halen, hingga Guns N’ Roses. Setelah tiga hari diputar, playlist dadakan ini dihentikan karena protes dari pihak Vatikan. Tak lama kemudian, Noriega menyerah.
Tiga th. berselang, FBI laksanakan hal sama untuk menangkap para anggota sekte David Koresh di Texas. Jika untuk kasus Noriega cuma butuh pas 3 hari, untuk kasus Koresh aparat memutar musik selama 51 hari tanpa henti. Lagu yang diputar meliputi “These Boots Are Made for Walking’” milik Nancy Sinatra, mantra-mantra Tibet, hingga suara kelinci yang disembelih AGEN POKER.
Sementara itu, pas perang di Afghanistan tentara AS pakai lagu Metallica dan Thin Lizzy. Lagu-lagu metal itu diputar di desa Marjah selama beberapa jam untuk menarik kelompok Taliban muncul dari sarang.
Penggunaan musik sebagai taktik militer maupun metode interogasi tahanan merasa rutin dipakai AS di dalam operasi militer di Afghanistan dan Iraq. Musik seperti hip-hop dan heavy metal jadi prosedur standar di dalam interogasi. Militer AS menggambarkan pemakaian teknik ini bisa “menimbulkan perasaan putus asa dan ketidakberdayaan.”