CINTABERITA - Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Gerindra Ahmad Riza Patria mengungkapkan tiga implikasi buruk jika presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden dimasukkan dalam RUU Pemilu. Pertama, diperkirakan akan muncul judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) jika UU Pemilu ditetapkan dengan memasukkan presidential threshold.
"Kalau tetap ada (presidential threshold), pasti JR, pasti inkonstitusional," kata Riza kepada Okezone, Rabu (3/5/2017).
Sebelumnya diketahui, perdebatan mengenai presidential threshold mengacu pada pertimbangan konstitusional, yakni Keputusan MK No. 14 tahun 2013. Tujuh fraksi sepakat bahwa keputusan Pemilu serentak otomatis berimplikasi pada penghapusan presidential threshold. Sedangkan tiga fraksi lainnya, PDI Perjuangan, Golkar dan Nasdem berpandangan ambang batas dapat disusun oleh pembuat undang-undang.
Mengenai hal ini, Riza tetap berpegang pada keputusan MK di atas. Dari kacamata tersebut, penerapan presidential threshold menjadi inkonstitusional dan ilegal.
Ketiga, lanjut Riza, presidential threshold juga dinilai memangkas ruang dalam berdemokrasi. Sebab, hanya partai-partai besarlah yang bisa mengusung calon presiden jika presidential threshold tetap digunakan dalam Pemilu serentak 2019.
"Kalau itu dipakai kan berarti tidak memberikan kesempatan partai lain untuk dapat mengusung capresnya, sementara demokrasi memberikan kesmepatan yang sama, hak rakyat unuk dapat memilih presiden dan calon presiden," jelas dia.
Terlebih, hasil Pemilu 2014 sudah tak relevan lagi jika digunakan sebagai dasar pencalonan presiden dan wakil presiden dalam Pemilu 2019.
"Jadi harus 0 persen. karena pilpres serentak. Kalau pakai presidential threshold 2014 kan jadi salah, kan sudah digunakan, sementara dalam lima tahun partai dinamis, ini tidak adil," ucap Riza.